Sumbawa Barat – Wacana pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) kian menggema belakangan ini, di sejumlah beranda media sosial PPS kerap kali jadi bahan diskusi menarik termasuk di sejumlah Whatsapp Group ramai berbagai elemen bicara soal PPS.
Satu hal menarik dalam item diskusi, selain diupayakan untuk terbentuknya PPS dengan segala prosesnya, perdebatan soal ibukota PPS menjadi perhatian khusus.
Bahkan bicara Ibukota PPS ini memantik diskusi panjang, sebagian berpandangan PPS jika dibentuk ibukotanya di Kota Bima dan sebagian berpandangan ibukota PPS di Sumbawa Besar sesuai kesepakatan awal.
Sebagian berpandangan alasan dijadikan Kota Bima sebagai Ibukota PPS karena Kota Bima menjadi satu-satunya kota di Pulau Sumbawa dan memungkinkan persyaratan sebagai ibukota PPS, alasan lainnya sedikit melunak hanya untuk sementara waktu.
Sementara disisi lain PPS tetap ibukota di sekitar Kabupaten Sumbawa karena berada di tengah-tengah dan sesuai kesepakatan awal saat perjuangan PPS dan telah mendapatkan persetujuan dari 5 Bupati/Walikota di Pulau Sumbawa saat itu.
Menanggapi hal ini dua tokoh central, yakni Sultan Sumbawa Sultan Muhammad Kaharuddin IV (Daeng Ewan) dan Dr.KH Zulkifli Muhadli (Kyai Zul) salah satu tokoh pendiri Kabupaten Sumbawa Barat menhyatakan dengan tegas jika Sumbawa harga mati Ibukota PPS.
Sultan Sumbawa Ibukota PPS di Sumbawa adalah solusi terbaik dan menyangkut harga diri tau Sumbawa, dimana sebelumnya telah disepakati bersama.
“Lantas tidak boleh kemudian mau di kotak katik lagi, ini menyangkut kesepakatan yang kemudian menjadi harga diri tau tana samawa,” tandas Sultan, saat bincang santai dengan KMC Media Group, disela-sela ramah tamah dengan pengurus LATS KSB di kediaman Kyai Zul.
Bahkan menurut Sultan Sumbawa siap dan rela memberikan aset Bala Putih untuk dijadikan Kantor Gubernur Sumbawa.Kemudian menanggapi soal ibukota di Bima hanya bersifat sementara, Sultan tegas mengatakan tidak bisa, tak ada istilah sementara, karena ini berpotensi dipolitisasi kedepan.
“ Kita tetap jalankan komitmen dan semangat awal, kalau alasan Sumbawa Besar dirasakan jauh, kita bisa usulkan nantinya ibukota berada ditengah tapi tetap di Kabupaten Sumbawa misalnya antara Lape dan Plampang,” pungkas Sultan.
Senada dengan Sultan Sumbawa, Kyai Zul lebih tegas pilihannya ibukota PPS itu di Sumbawa, ya atau tidak kalau tidak sekalian tetap ber NTB.
Menurut Kyai Zul, bagi KSB tidak ada alasan lepas dari Provinsi NTB karena ketidak puasan dan ketimpangan pembangunan, itu artinya sama saja dengan kita sebagai pecundang.
“ Tetapi alasan kita bentuk Provinsi ini semata-mata untuk pelayanan lebih dekat dan menikmati pembangunan lebih besar apalagi dengan kekayan kita yang cukup besar, akan tetapi kalau ibukota ternyata di Bima dan lebih jauh dari Mataram ibukota NTB saat ini, bagi warga KSB ya sekalian saja kita tetap ber NTB untuk apa kita jauh-jauh malah makin susah,” tegas Kyai Zul.
Ketua Forum Pondok Pesantren Alumni Gontor se Indonesia tersebut menyatakan setuju PPS tetap pada komitmen awal ibukota di Sumbawa dan setuju dengan pandangan Sultan Sumbawa jika harus membangun lokasi baru, karena menurutnya secara geografis Sumbawa paling pantas apalagi sudah jelas ada kesepakatan politik sebelumnya yang ditandatangani bersama Bupati Kabupaten/Kota waktu itu.(K1)
Komentar