oleh

Penelitian Ungkap Krisis Budaya Lokal di Delapan Kecamatan Sumbawa Barat, Maluk Sekongkang Paling Parah

-Headlines, Sosbud-202 Dilihat

Sumbawa Barat – Tradisi budaya Sumbawa yang selama ini menjadi warisan luhur masyarakat lokal mulai menunjukkan gejala kepunahan di Kabupaten Sumbawa Barat.

Hal ini terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bidang Litbang Lembaga Kerukunan Masyarakat Seni Samawa Ano Rawi (Kemas Samawi), yang melakukan survei di delapan Kecamatan untuk memetakan kondisi terkini tradisi budaya lokal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat kepunahan tradisi budaya Sumbawa di wilayah tersebut serta mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

Menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, data dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur yang disebar secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk di masing-masing kecamatan. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan kepada tokoh adat, tokoh masyarakat, dan kalangan generasi muda sebagai informan kunci.

Analisis data dilakukan dengan merujuk pada teori sistem budaya Clifford Geertz dan teori perubahan sosial Anthony Giddens, guna memahami dinamika budaya di tengah masyarakat yang terus bergerak mengikuti arus modernisasi.

Survei dilaksanakan di delapan kecamatan, yakni Poto Tano, Seteluk, Taliwang, Brang Ene, Brang Rea, Jereweh, Maluk, dan Sekongkang. Tingkat kepunahan tradisi budaya di masing-masing kecamatan diukur melalui lima indikator utama, yaitu:

  • Pelestarian tradisi ritual dan adat istiadat (30%)
  • Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan seni budaya (25%)
  • Keberadaan dan peran tokoh adat (20%)
  • Kesadaran generasi muda terhadap nilai-nilai budaya (15%)
  • Ketersediaan sumber daya manusia pendukung tradisi (10%)

Setiap indikator diberi bobot khusus dan dihitung secara kumulatif untuk mendapatkan persentase tingkat kepunahan tradisi di masing-masing kecamatan.

Hasilnya menunjukkan urutan dari yang paling tinggi hingga terendah sebagai berikut:

  1. Maluk (78%)
  2. Sekongkang (69%)
  3. Poto Tano (65%)
  4. Jereweh (56%)
  5. Seteluk (55%)
  6. Brang Rea (50%)
  7. Brang Ene (45%)
  8. Taliwang (40%)
Baca Juga :  Petani Harus Berubah: Bupati Jarot Serukan Pertanian Modern dan Disiplin

Tingkat kepunahan tertinggi tercatat di Kecamatan Maluk dan Sekongkang. Beberapa faktor utama yang menjadi penyebabnya antara lain:

  • Heterogenitas suku pendatang: Dominasi budaya luar akibat tingginya arus migrasi pendatang menyebabkan tradisi lokal semakin terpinggirkan.
  • Minimnya SDM pendukung: Kurangnya generasi muda yang memiliki pemahaman dan keterampilan dalam melestarikan budaya.
  • Tingginya beban kerja masyarakat: Sebagian besar warga bekerja di sektor pertambangan dan industri, sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk terlibat dalam kegiatan pelestarian budaya.

Menurut, Fathi Yusuf, S.Pd., M.Pd. kondisi ini merupakan peringatan serius bagi semua pihak.

“Tradisi bukan sekadar warisan, tetapi identitas dan jati diri. Jika dibiarkan punah, kita kehilangan bukan hanya kebiasaan, tapi juga ruh kebudayaan kita sendiri,” ujarnya kepada Sengo Samawa, KMC Media Group belum lama ini saat memaparkan hasil penelitiannya.

Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini merekomendasikan sejumlah langkah strategis untuk menghambat laju kepunahan tradisi budaya Sumbawa, antara lain:

  1. Integrasi edukasi budaya dalam pendidikan formal dan non-formal, agar generasi muda memahami dan menghargai akar budaya mereka.
  2. Pembentukan komunitas seni dan budaya di setiap kecamatan, guna menjadi ruang ekspresi dan pelatihan bagi masyarakat.
  3. Dukungan konkret dari pemerintah daerah, baik melalui regulasi, anggaran, maupun program yang berpihak pada pelestarian budaya.
  4. Pemberdayaan tokoh adat dan pelaku budaya sebagai garda terdepan dalam menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional di masyarakat.

Penelitian ini menjadi pengingat pentingnya menjaga kekayaan budaya lokal agar tidak hilang di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Sebagai pewaris warisan leluhur, masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat diharapkan dapat bersinergi dalam menjaga, merawat, dan meneruskan tradisi budaya Sumbawa kepada generasi mendatang.(S1)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *