oleh

Ormas Islam KSB Bereaksi Keras Soal Wacana Revisi Perda Soal Miras

Sumbawa Barat – Rencana revisi Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang peredaran minuman keras (miras) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terus menuai kontroversi.

Beberapa oknum anggota DPRD KSB berencana untuk merevisi Pasal 8 ayat 3 dalam Perda Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penyakit Masyarakat, yang selama ini mewajibkan pemerintah daerah untuk meminta pertimbangan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) terkait izin peredaran miras.Jika pasal tersebut dihapus, miras secara tidak langsung akan menjadi legal di wilayah ini.

Pimpinan Daerah Muhammadiyah KSB, H. Abdul Hamid, S.Pd., M.Pd., dengan tegas menolak revisi ini. Ia menganggap langkah tersebut sebagai upaya pelegalan kemaksiatan secara struktural yang bertentangan dengan cita-cita pembentukan KSB sebagai Kabupaten Fitrah.

“Penghilangan kewajiban untuk meminta pertimbangan MUI dan LATS dalam izin peredaran miras membuka celah bagi legalisasi minuman keras di KSB. Ini sangat bertentangan dengan tujuan kita membentuk daerah ini yang ingin menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan adat,” ujarnya kepada KMC Media Group.

Lebih lanjut, Abdul Hamid menegaskan bahwa meskipun miras telah ada sejak zaman purba, syariat Islam dengan jelas mengharamkan konsumsi minuman beralkohol karena dampak buruknya terhadap tatanan sosial.

“Pemerintah tidak seharusnya memberi ruang bagi kemaksiatan. Jika revisi ini diteruskan, dosa yang awalnya bersifat pribadi dapat dengan mudah menjadi dosa berjamaah karena adanya izin resmi dari pemerintah,” tambahnya.

Ketua BAZNAS KSB, Ust. M. Jafar Yusuf, yang juga salah satu inisiator pembentukan KSB, menyebut revisi ini sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai yang melandasi berdirinya KSB.

“Jika fungsi MUI dan LATS dihilangkan, itu berarti mengkhianati perjuangan kami para perintis KSB yang bercita-cita menjadikan daerah ini sebagai Kabupaten Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa semangat religius dalam pembentukan KSB lahir dari Masjid Al-Khairiyah pada tahun 2000, dengan komitmen kuat untuk menjunjung adat dan syariat.

Baca Juga :  Pemekaran PPS Diperlemah, Presidium Tegaskan : Ini Soal Keadilan, Bukan Angka Fiskal

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KSB, Dr. TGH. Burhanuddin, turut mengecam rencana revisi ini. Ia menyatakan bahwa memberikan ruang untuk penjualan miras akan merusak citra KSB sebagai destinasi wisata yang sehat dan bermoral.

“Sangat berbahaya jika kita memberi ruang bagi penjualan miras. Salah satu dampak negatifnya adalah peningkatan tindakan kriminal dan sosial yang merugikan masyarakat luas,” ujarnya. Burhanuddin menekankan bahwa revisi seharusnya berfokus pada pencegahan masuknya miras ke wilayah KSB dan memperberat sanksi hukum bagi pelanggar.

Pengurus Daerah Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (PD IPARI) KSB juga menyuarakan penolakan terhadap upaya legalisasi miras. Dalam pernyataan resminya, Ketua PD IPARI KSB, Fathurrahman Tulus, S.Sos.I, menekankan bahwa rencana revisi ini tidak sesuai dengan nilai agama, sosial, dan etika yang dijunjung masyarakat KSB.

“Kabupaten ini memiliki identitas religius yang kuat, seperti tercermin dari slogan ‘Agama bersendikan syara’, syara’ bersendikan kitabullah.’ Membuka ruang bagi legalisasi miras akan mencoreng identitas ini,” tegasnya.

Wakil Syuriah Nahdlatul Ulama (NU) KSB, Muhammad Mufti Imam Suyanto, S.Pd.I., M.P., juga menolak revisi tersebut. Ia menyoroti bahaya miras sebagai ummul khabaaits (induk dari segala dosa) yang dapat merusak generasi muda sebagai penerus bangsa.

“Jika kebijakan ini disahkan, kita akan membuka pintu bagi kerusakan yang lebih besar dalam masyarakat,” ujarnya. Mufti mengimbau masyarakat KSB untuk bersatu menolak revisi demi menjaga kehormatan dan moralitas daerah.

Gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat, tokoh agama, mahasiswa, dan organisasi keagamaan semakin kuat. Mereka siap melakukan aksi protes jika revisi tetap dilanjutkan.

“Kami tidak akan tinggal diam. Rakyat akan bergerak, mahasiswa akan berdemo, dan kami akan menuntut pembatalan revisi yang tidak sesuai dengan prinsip moral dan agama ini,” ungkap Jafar Yusuf.

Baca Juga :  Ungkap Strategi Lanjut Usai Demo PPS 15 Mei, Johan Rosihan : Jangan Saling Menegasikan !

Masyarakat berharap DPRD KSB mempertimbangkan dampak luas dari revisi Perda ini. Mereka mendesak agar pasal yang melibatkan MUI dan LATS tetap dipertahankan demi menjaga identitas religius KSB dan melindungi generasi muda dari dampak buruk miras. Dengan dukungan dari berbagai pihak, masyarakat optimistis bahwa aspirasi mereka dapat mencegah revisi yang berpotensi merusak moralitas dan tatanan sosial di KSB.(S1)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *